Kamis, 17 Februari 2011

Menengok Ibu Kota Kecamatan Teluk Bayur, Kabupten Berau

Mendengar nama Teluk Bayur, yang pertama kali terlintas di pikiran adalah sebuah daerah di Sumatera Barat. Namun, tak hanya Sumatera Barat yang memiliki nama daerah Teluk Bayur. Kabupaten Berau juga memiliki kota kecamatan bernama Teluk Bayur, yang menyimpan peninggalan masa penjajahan Belanda.
Dari Tanjung Redeb (ibu kota Kabupaten Berau) Teluk Bayur berjarak sekitar 10 kilometer. Awalnya, Teluk Bayur ini hanya berupa kelurahan, dan menjadi bagian dari Kecamatan Tanjung Redeb. Seiring dengan berjalannya waktu, Teluk Bayur kemudian dimekarkan menjadi kecamatan dengan jumlah penduduk sekitar 9 ribu jiwa.
Keberadaan penjajahan Belanda di daerah ini dibuktikan dari beberapa bangunan tua yang masih berdiri kokoh, meski tak lagi terawat. Seperti lapangan sepak bola yang sekaligus menjadi pusat kegiatan bagi warga Teluk Bayur, juga merupakan bekas lapangan olahraga bagi para warga Belanda yang bekerja di lokasi tambang batu bara. Di lapangan ini pula, konon tim sepakbola Ajax Amsterdam pernah melakukan sebuah pertandingan persahabatan.
Sebagai daerah yang berada di tepi Sungai Segah, rumah kayu cukup mendominasi kawasan pemukiman di Teluk Bayur. Dari kegiatan tambang batu bara sejak zaman penjajahan Belanda, Teluk Bayur bisa dikatakan sebagai kota tua di Berau. Sebab, di daerah ini pula dahulu bangsa Belanda banyak bermukim. Maka tidak heran kalau di wilayah ini masih banyak dijumpai bangunan-bangunan tua sisa peninggalan Belanda.
Bangunan tua, namun masih terlihat kemegahannya itu, dahulu menjadi rumah para meneer yang berkuasa atas operasi penambangan batu bara. Hingga kini aktivitas penambangan batu bara di Teluk Bayur pun masih berlanjut. Bahkan semakin marak dengan munculnya para investor, tak terkecuali para spekulan lahan.
Bagi kalangan pertambangan, daerah ini dikenal banyak memiliki potensi sumberdaya alam, termasuk batu bara. Lalu, kenapa daerah ini diberi nama Teluk Bayur? Apakah di kawasan ini banyak perantau dari Sumatera Barat?
Sama sekali tidak, justru di daerah ini banyak bermukim orang Jawa, yang hingga kini pun tidak tahu, dari mana mereka berasal. Mereka yang bermukim di Berau hanya tahu bahwa dirinya orang Jawa dari Teluk Bayur. Tapi mereka tidak tahu, dari mana mereka berasal. Sebab, dari zaman kakek buyut mereka, sudah hidup turun-temurun di Teluk Bayur.
Konon, ketika Belanda membuka penambangan batu bara dengan sistem menggali dari dalam, bukan penambangan terbuka, banyak mendatangkan pekerja paksa dari Jawa. Inilah yang kemudian diyakini menjadi cikal bakal, kenapa banyak orang Jawa bermukim di Teluk Bayur yang kemudian dikenal sebagai orang Jawa Teluk Bayur.
Dari cerita yang berkembang di masyarakat, nama Teluk Bayur juga tak lepas dari masa penjajahan Belanda. Konon pada masa itu, ada warga Belanda datang ke Jawa. Rupanya sang warga Belanda itu kepincut seorang gadis Jawa. Sang perawan Jawa pun tak bertepuk sebelah tangan. Lebih-lebih ketika diiming-imingi akan diboyong ke Teluk Bayur, Sumatera Barat, jika benar-benar menikah nanti.
Rayuan maut itu berhasil, sang gadis asal Jawa itu sudah membayangkan betapa indahnya tempat bernama Teluk Bayur itu. Maka bayangan Teluk Bayur itu tak pernah lepas dari sang gadis. Belakangan, ternyata pria Belanda ini urung ke Teluk Bayur Sumatera Barat, diduga karena dipindah-tugaskan di Berau.
Walhasil, sang Belanda tetap memboyong gadis Jawa ini menyeberangi laut Jawa tetapi ke Berau, Kalimantan Timur. Tepatnya di tepi Sungai Segah Kabupaten Berau. Namun, sang pria Belanda ini tetap menyampaikan pada sang gadis Jawa bahwa daerah itulah yang dinamakan Teluk Bayur. Sang gadis pun sangat meyakini telah berada di Teluk Bayur hingga akhir hayatnya. Itu sebabnya, sampai sekarang kawasan itu disebut sebagai Teluk Bayur.
Asal-usul nama itu tentu bisa diperdebatkan, namun yang pasti, Teluk Bayur di Berau itu kini sudah menjelma menjadi sebuah kota kecamatan yang terus tumbuh. Apalagi kegiatan tambang batu bara mulai menggeliat di kecamatan ini. Sebenarnya, sebagai cikal bakal kegiatan tambang di Kaltim, Teluk Bayur bisa dikembangkan sebagai kota wisata sejarah tambang batu bara.
Camat Teluk Bayur Wardji menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Berau pernah berencana merenovasi bangunan tua peninggalan penjajah Belanda yang berada di Teluk Bayur. Renovasi tersebut guna memperbaiki beberapa bagian bangunan yang rusak serta mempercantik bangunan dengan tetap mempertahankan bentuk serta konstruksi bangunan yang ada.
Bahkan untuk menggali lebih dalam mengenai sejarah bangunan tua tersebut Pemkab Berau merencanakan melakukan studi banding ke Belanda untuk menggali lebih banyak lagi sejarah bangunan yang ada.
Namun, hal ini belum terealisasi. Ini terlihat dari bangunan tua di belakang SD 003 Teluk Bayur yang tak lagi terawat, meski sebenarnya struktur bangunannya masih kokoh. Bangunan di atas ketinggian menghadap Sungai Segah ini, jadi saksi bisu masa kejayaan Teluk Bayur sebagai kota tambang di masa lampau.
Tentu tidak sedikit biaya untuk merenovasi bangunan ini. Apalagi, di sekeliling bangunan yang sudah berusia sekitar 80 tahun itu sudah banyak pemukiman warga. Akan lebih baik jika renovasi dan pemugaran bangunan tua itu diikuti dengan relokasi rumah warga di sekitar bangunan tersebut.
Bupati Berau Makmur HAPK menyampaikan, peninggalan itu adalah aset daerah sekaligus menjadi bukti sejarah keberadaan penjajah Belanda yang pernah berada di Berau. “Dengan perbaikan di beberapa bangunan itu, nantinya akan dijadikan aset Berau. Bisa juga dijadikan penginapan atau tempat wisata,” ujar Bupati. Tapi kini, bangunan itu lebih banyak dijadikan tempat untuk menggelar pesta minuman keras serta pasangan muda-mudi untuk pacaran.
Selain tambang batu bara, Teluk Bayur juga masih menyimpan potensi wisata alam berupa Taman Hutan Wisata Sei Tangap, bersebelahan dengan Bumi Perkemahan Mayang Mengurai. Lokasi yang sejuk ini bisa dijadikan alternatif beristirahat. Hawa sejuk di bawah kerimbunan pepohonan membuat suasana santai dan menyenangkan.
Sayangnya, kawasan hutan milik Inhutani I yang dulu pernah menjadi kebanggaan masyarakat Berau sebagai taman rakyat itu tak lagi terawat. Di sana ada aneka jenis tanaman yang dirawat dan dikelola dengan baik.
Konon ada juga koleksi hewan liar yang ada di hutan Berau. Ya, itu dulu pada masa jayanya industri perhutanan. Sebab sekarang taman itu tampak sekali tidak terurus, kotor dan tidak menarik. Kecuali tinggal pintu gerbang masuknya yang masih utuh. Itu pula yang paling pantas difoto. Kini, hewan-hewan koleksi taman ini tidak jelas ke mana perginya, entah dipelihara orang, dijual, mati atau malah kabur.


1 komentar:

Unknown mengatakan...

betuul jua kah itu gambar berau gaaaayyyy ???

Posting Komentar

 
informasi tempat wisata di sumatra indonesia